Kumohon, Balas Pesanku

                Sore itu, kulihat lagi kamu yang sudah tiga.... eh lima kali melewati jalanan depan rumahku. Aku tahu, aku menghitungnya, dan aku menunggumu untuk kembali melewatinya. Apa aku terdengar seperti seseorang yang tidak memiliki kesibukan? Haha, aku seorang pekerja keras yang memiliki segudang kesibukan di hari terangnya. Namun, mengawasimu menjadi kesibukan utamaku sekarang. Tidak, tidak hanya sekarang. Kesibukan ini sudah ada sejak enam tahun yang lalu.
                “hmmm.” Kuhela nafasku dalam-dalam. Sekali lagi, aku tidak ingat dengan pasti kapan aku mulai suka memerhatikanmu. Tapi yang pasti, sejak dari awal mengenalmu, kamu sudah menjadi orang yang istimewa.

                Percakapan setiap malam denganmu pun menjadikan candu tersendiri untukku. Rasanya, berbeda jika sehari saja tak melihatmu apalagi tak mengetahui kabarmu. Apakah aku terdengar seperti seorang penguntit? Maafkan aku. Hanya saja, sulit membersihkan otakmu dari wajah cantik dan senyum manismu. Bibir penghasil senyum manis itulah yang sama-sekali tidak dapat membuatku berhenti mendambakannya. Seolah-olah, hanya bibir tersebut yang mampu mewarnai hari-hariku.
                Namun, akhir-akhir ini kamu tidak mau berbaur denganku lagi. Ada apa? Apa karena aku yang aneh karena sangat terobsesi olehmu? Apa karena kamu mengingat tentang pertemuan denganku? Apa karena aku yang selalu bertingkah tidak wajar di hadapanmu? Atau karena aku yang selalu mengirimkan pesan basa-basi untukmu?
                Asal kamu tahu saja, semua itu aku lakukan hanya untuk dapat berinteraksi denganmu. Aku lupa bagaimana menjadi orang normal di depanmu, bahkan di depan orang lain. Kamu tahu sendiri, aku tidak banyak berinteraksi dengan orang-orang. Aku merasa bahwa diriku, berbeda. Ah, kamu pasti sudah tidak ingat ketika setiap malam aku menelfon karena hanya kamu yang mau menjadi lawan bicaraku dan menyanyikanmu Band favorit kita berdua. “Kita berdua”, seandainya kata itu juga memiliki makna untukmu.
                Saat itu, bahkan aku sudah berani membayangkan akan dapat memilikimu. Kamu dan aku bisa benar-benar menjadi “kita”. Akhirnya, kamu yang menjauh, dan aku yang ditinggalkan. Aku menggambarkan diriku sebagai sebuah kipas angin, yang akan kamu nyalakan ketika kamu sedang kepanasan, dan akan kamu matikan ketika kamu sudah tak lagi membutuhkannya. Tidak, aku tidak membencimu. Aku tidak bisa membencimu. Hanya saja, seandainya kamu memang berencana untuk pergi, harusnya memang sama sekali kamu tidak membuatku nyaman sehingga aku kewalahan ketika kehilanganmu. Sejak kamu pergi, tak pernah ada pesan masuk darimu dan nada-nada sambung telefonku putus karena suara indahmu. Yang aku mampu, hanya memperhatikanmu dari jauh.

                Nampaknya, aku sudah berbicara terlalu banyak tentang apa yang selama ini pernah terjadi antara aku dan kamu, manisku. Kamu tahu aku mengagumimu, kamu tahu bahwa selama enam tahun ini aku sama sekali tidak pernah membiarkan gadis lain mengusikmu dari hatiku. Kubuat hatiku senyaman mungkin untuk kamu tinggali, namun kamu tidak pernah pulang untuk menetap. Bahkan, sekarang kamu sama sekali tidak mau singgah, ada apa? Tidak peduli sekarang kamu mau singgah atau tidak. Untukku, berbincang denganmu melalui pesan singkat saja sudah membuatku bernafas lega. Kumohon, sekali, saja. Balas, pesanku. 
  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Kumohon, Balas Pesanku"

Posting Komentar