Pengorbanan Demi Kebahagiaan
“Maaf,
tapi aku bener-bener engga kuat kalau kaya gini terus. Aku capek cuma jadi kaya
parasit buat kamu. Aku pengen kita kaya dulu lagi, pengen bisa seneng-seneng
lagi, pengen jalan bareng lagi sama kamu. Engga kaya gini, berhubungan via
telpon aja jarang banget.” Kataku sore itu ketika bertemu dengan Andrew yang
sudah setahun ini menjadi kekasih hatiku. Tapi ya dua bulan terakhir ini dia
banyak berubah, dia terlalu sibuk dengan kepentingannya hingga sering
melupakanku.
“YaAllah,
aku kaya gini juga karena tuntutan. Bukan kemauanku sendiri.” Dia membelan
diri.
“Memang
bukan kemauan kamu, tapi bukan berarti kamu harus mengesampingkanku. Sebenarnya
bukan masalah Drew, aku bisa tetap setia sama kamu. Tapi aku gak suka cara kamu
ini. Aku juga butuh kamu. Emangnya kalau kita berhubungan itu bisa buyarin
konsentrasi kamu? Sampai-sampai kamu betah gak mau hubungin aku kalau kamu lagi
belajar.”
“…..”
Andrew terdiam mendengar argumenku.
“Aku
gak kuat kalau kaya gini.” Sahutku lagi dan tetap berusaha menahan air mata
yang sebentar lagi akan mengalir keluar dari mataku.
“Aku
janji, mulai sekarang gak bakal deh sehari tanpa kasih kabar ke kamu.” Dia
sekarang berada di depanku dan dia MENANGIS !!
“Maaf,
kalau kamu udah engga sibuk aja ajak aku pacaran lagi. Jangan keseringan janji
kaya gitu, takunya kalau kamu gak bisa menepatinya.”
“Tapi
aku cinta banget sama kamu, aku gak bisa pisah dari kamu.” Suaranya parau
teredan tangis.
“Kita
kan gak pisah, kita masih bisa berhubungan, ketemu, temenan juga malah baik.
Aku juga cinta sama kamu, makannya aku mau kok nungguin kamu sampai kesibukan
kamu habis.” Jelasku sambil menyeka airmata yang mulai keluar.
“Aku
takut kamu diambil cowo lain.” Katanya dengan menatap mataku lekat-lekat.
Segera
kupalingkan wajahku,”Kalau kamu gak mau aku diambil orang, seharusnya kamu
mempertahankanku. Bukan berarti meskipun aku pacar kamu, tapi kamu sama sekali
gak mau tau aku, gak mau menjagaku juga. Pertahanin aku kalau kamu masih
menyayangiku.” Ujarku sambil berdiri dan segera pergi dari taman itu. Andrew
masih duduk disana, dengan wajah tertunduk.
“Aku
seperti ini karena aku terlalu menyayangimu.”Gumamku dalam hati.
Aku
merasa kehilangannya, tapi ya aku bilang aja sama diriku sendiri kalau ini yang
terbaik buat aku dan dia. Lagipula sejak kemarin sore itu, dia belum
menghubungiku. Berarti dia seratus persen setuju dengan permintaanku. Aku
memejamkan mataku, mem-flash back
tentang semua yang pernah aku lalui bersamanya. Tak terasa pipiku basah karena
air mataku sendiri. Lamunanku terbuyarkan dengan adanya suara HPku, pertanda
ada sms masuk.
From : Derandrew Antonio
Aku ga jadi ikut test itu
Wah,
sms dari Andrew. Aku kaget begitu membaca isi pesannya seperti itu. Padahal dia
udah mempersiapkan semua materi buat tes ini sejak 5 bulan yang lalu.
To : Derandrew Antonio
Loh knp? Bukannya kmu udah bener2 persiapan buat test ini.
Lagipula ini kan kesempatan buat kamu.
From : Derandrew Antonio
Test ini udah ngrusak hidup aku. Sbnernya cma km semangatku
belajar selama ini..
To : Derandrew Antonio
Insyaallah klo km udh gga sibuk, kita bisa pacaran lagi.
Aku bakal tunggu kamu.
Aku bakal tunggu kamu.
Lama
kutunggu tapi tak ada juga balasan dari dia. Dan akhirnya akupun tertidur
dengan berjuta kenangan-kenangan indahku di masa lalu.
Siang
itu panas banget. Panasnya itu bener-bener kejam. Sampai-sampai di istrirahat
ke-2 ini aku udah minum 2 gelas lemon tea. Seperti biasa, aku melakukan
kunjungan rutin ke perpustakaan sekolah. Selain bisa baca atau pinjam buku,
warnet gratis, bisa juga ngadem disini. Kunikmati hawa sejuk yang keluar dari
AC perpustakaan sambil membaca sebuah novel. Ketika aku membuka HPku untuk
melihat jam, kulihat ada satu pesan masuk.
From : Derandrew Antonio
Aku gak pantes km tunggu. Gak ada semangat lg sekarang.
Maavin aku klau slama ini aku krg bisa jga km. Tpi aku bner2 sayang sama kamu
:’(
Andrew lagi. Kutarik nafas
panjang, sekedar menenangkan diri. Aku gak nyangka kalau akhirnya jadi
berlarut-larut gini. Yah kuputuskan membiarkannya berlalu. Mungkin aja semua
jadi lebih baik. Kulanjutkan lagi membaca novel yang sempat tertunda itu.
“Hey
Ran, sendiri aja nih?” Tiba-tiba aja Dendi udah ada di sampingku. Dendi ini
cowo nyebelin banget, tapi dia lumayan baik. Gak terlalu deket sih sama dia.
Cukup kenal aja.
“Eh, lo
den. Iya nih, anak-anak pada males di ajak ke perpus. Tumben lo mau mampir
perpus. Ada setan apa nih?” Godaku padanya.
“Gue
sering ya kesini, tapi lebih sering gak kesininya. Abis gue sering lupa kalo
ada perpus di sekolah kita.”
Akupun
tertawa mendengar ucapannya, sampai ditegur sama petugas perpus. Berhubung aku
jam kosong dan Dendi juga, maka siang itu kita banyak ngobrol dan bercanda
sampai terdengar bel pulang berbunyi.
“Mau di
anter pulang gak?” Dendi menawariku buat pulang bareng.
` “Eh,
gak usah. Gue bisa pulang sendiri kok.”
“Udah,
gak usah nolak. Sekali-sekali kan gak papa pulang bareng.” Rajuknya lagi.
“Oke
deh, gue ambil tas dikelas dulu ya.”
“Jangan
lama-lama ya.” Katanya sambil mengedipkan matanya.
Dari
tadi pulang sekolah sampai makan malem tadi, mama sama papa udah berkali-kali
ngejekin aku lagi jatuh cinta. Soalnya kata mereka, aku dari pulang sekolah
tadi senyum-senyum sendiri. Aku gak tau sih, tapi seneng aja inget pas sama
Dendi tadi. Ah masa iya aku udah bisa cepet lupain Andrew terus aku mulai suka
sama Dendi. Itu gak boleh terjadi, disangka aku cewe gampangan nanti.
Gak kerasan
udah dua bulan putus dari Andrew. Kadang bayangan dirinya itu terlihat jelas,
tapi kadang sampai bener-bener gak bisa di lihat. Dia sekarang gak pernah
hubungin aku lagi, kalau aku sms dia, sama sekali gak ada respon. Kadang ngrasa
kangen juga sama dia, tapi kayanya dia mencoba semakin menjauh gitu, ya aku
terima aja. Malah sekarang aku makin bersahabat aja sama Dendi. Dia sering jadi
teman curhatku, dia juga udah tehu tentang kisahku sama Andrew. Dan katanya
keputusanku itu udah benar, dia malah nyalahin Andrew soalnya udah sia-siain
cewe kaya aku. Ya sedikit GR pas dia bilang kalau aku itu cantik, baik, dan
tidak sombong hehe. Dia sering main kerumah, belajar bareng atau sekedar main.
Mama papa juga suka sama dia, soalnya dia santun banget, tapi dia asik di ajak
ngobrol.
Malam
ini Dendi belajar di rumahku. Sebagai juara kelas, udah pasti dia pinter.
Makannya dia yang ngajarin aku soal pelajaran yang susah-susah gitu. Tapi kali
ini aku gak bisa konsen ke materi yang di jelasin Dendi, aku lebih suka
memandang wajahnya. Menyadari kalau aku terus-terusan mengawasinya, dia
berhenti menerangkan.
“Kita
pacaran aja ya?” katanya tanpa memandangku.
Aku
yang mendengarnya kaget bukan main. Aku fikir dia cuma bercanda ngomong kaya
gitu.
“Loh,
malah bengong. Kita pacaran aja ya?” kali ini dia melemparkan tatapan tajam ke
arahku.
“Ini
bercanda gak?” tanyaku memastikan.
“Aku
serius Rani. Kamu mau gak jadi pacarku?” Baru kali ini dia ngomong pakai “AKU
KAMU” bukan “GUE ELO”.
“Iya, a..a..aku
mau.” Jawabku malu-malu.
“Aku
sayang sama kamu.” Katanya sambil mencium keningku.
Didalam
dekapannya aku berkata, “Aku juga sayang kamu Den.”
0 Response to "Pengorbanan Demi Kebahagiaan"
Posting Komentar