Satu per Dua Puluh Empat Jam
Dua minggu
ini, aku dan kamu merenggang. Kamu bilang, sibuk. Berapa ratus kali aku
bertanya pun, hanya itu jawaban yang aku dapat. Padahal, aku yakin tak akan
meminta banyak waktumu meskipun kamu mau membalas pesanku. Padahal, dengan
kabarmu yang mungkin hanya sekali dalam sehari sudah bisa membuat semangatku
tumbuh. Padahal, hanya kamu yang kurasa bisa memberiku semangat itu.
Mas,
setahun ini kita berpacaran. Setahun lebih kita sudah saling mengenal.
Dan aku sangat amat tahu tentang kamu. Tentang kamu yang sangat sulit diajak kompromi. Apalagi jika sudah ada kaitannya dengan tugasmu. Kamu dengan pasti lebih memilih tugasmu daripada harus memberikan kabar untukku. Padahal lagi, hanya pesanmu yang aku tunggu. Hanya itu.
Dan aku sangat amat tahu tentang kamu. Tentang kamu yang sangat sulit diajak kompromi. Apalagi jika sudah ada kaitannya dengan tugasmu. Kamu dengan pasti lebih memilih tugasmu daripada harus memberikan kabar untukku. Padahal lagi, hanya pesanmu yang aku tunggu. Hanya itu.
Bukannya
aku tidak punya kesibukan seperti kamu, tapi aku hanya tidak bisa mengabaikan
orang yang ku sayang. Apalagi itu kekasihku sendiri. Toh, percakapan
lewat pesan itu jarang memakan banyak waktu. Biasanya, kita hanya saling
mengingatkan dan berpamitan untuk melakukan kesibukan masing-masing. Beratkah itu
dilakukan? Kurasa tidak. Sekarang masalahnya, kamu tidak seperti biasanya. Pesan
singkat yang semula sudah kuhapal akan datang jam berapa, kini seakan delay
bahkan canceled. Demi apapun, aku merindukan percakapan kita yang
seakan-akan hanya basa basi tapi penuh dengan cinta.
Kamu itu,
orang yang paling serius buatku. Paling lucu juga dalam hidupku. Entahlah,
bagaimana bisa dua hal yang berbeda 360 derajat itu bisa aku satukan. Kamu memang
penuh cinta, tapi sekarang kamu itu penuh tanda tanya. Aku tak lagi mengerti
tentang hari-harimu. Padahal, aku merindukan dimana setiap malam kita bertukar
cerita tentang hari ini melalui pesan singkat. Dulu, kita sibuk. Sama seperti
sekarang. Hanya bedanya, dulu kamu antusias memberiku kabar. Tapi sekarang, aku
tidak tahu. Sebenarnya aku sangat ingin tahu, tapi aku takut mengganggumu. Takut
menjadi penghalang untuk kesuksesanmu.
Jika kamu
tanya aku, apa aku pernah memikirkan perpisahan denganmu, aku ragu bagaimana
menjawab. Antara pernah dan tidak. Sesungguhnya, pemikiranku bukan tentang
keinginanku untuk berpisah, tapi ketakutanku akan perpisahan denganmu. Karena aku
pernah berjanji untuk diriku sendiri, bahwa, apapun yang terjadi, yang aku mau
tetap sama kamu, mas. Apapun alasannya. Bahkan meskipun tanpa alasan.
Sekali lagi,
aku tidak menuntut waktu banyak darimu. Hanya sedikit saja. Tidak akan memakan
lebih dari satu jam dalam 24 jam mu!
Katanya,
aku pacarmu. Tapi, setelah mendapatkanku kenapa kamu sama sekali tidak
mempertahankanku? Ya memang, sebenarnya tanpa kamu pertahankan aku tidak akan
berniat pergi. Hanya saja, aku ingin merasa dicintai. Ingin merasa, dianggap
berarti. Tapi, yasudahlah. Selesaikan dulu kesibukanmu. Nanti, kamu bisa dengan mudah meminta maaf lagi
padaku tentang kepergianmu dengan kesibukanmu itu. Nanti, ketika kamu kembali,
aku ingin meminta satu hal padamu. Pertahankan aku, dengan sedikit waktumu. Hanya
itu.
Aku akan tetap menjadi wanitamu
yang pernah berkata, “sesibuk apapun kita, jangan pernah lupa buat bilang ‘aku sayang
kamu’ sama pasangan kita”. Sampai sekarang, aku masih menepati perkataanku itu.
Mas, cepat kembali :’)
0 Response to "Satu per Dua Puluh Empat Jam"
Posting Komentar