Pilih Satu, atau Kehilangan Keduanya Part I



                *Diandra POV*
                Aku sedang membaca novel baruku, ketika di depan rumah terdengar bunyi klakson motor. Reflek aku beranjak dari tempat tidurku, dan menuju teras rumah.  Ada sesosok pria tampan, yang lagi nangkring diatas motornya.
                “Ayo maen, Di. Suntuk ini dirumah.”
                “Yakali, maen. Panas gini. Mendingan maen dirumahku aja sini.”
                “Ah, dasar wanita lemah. Sama panas aja takut, huuu.”
                “Heh, Azka! Kalau berani, ngejek itu jangan jauh-jauh dari aku deh. Udah maen dirumahku aja. Aku juga sendirian ini dirumah.”
                Azka turun dari motornya, melepas helmnya, dan menuju ke arahku. Dia terlihat, mengesankan pagi ini. Rambut jabrik khas anak remaja,
kaos bermerk, dan mata yang selalu meluluhkan hati. Ah, sial, lagi-lagi aku mengagumi pria muda satu ini. Padahal diantara kami, sudah di ultimatumkan bahwa status kami hanyalah teman. Tapi, ya hati ini nggak bisa bohong.
                “Panas banget sih emang.” Ucapnya, sambil mengelap keringat di keningnya. Oh, Tuhan, betapapun aku ingin mengusap kening itu.
                “Masuk aja yuk, Ka. Aku bikinin sirop deh ya?”
                “Wah, tumben nih Diandra baik. Kalo bisa, bikinnya jangan Cuma segelas ya, Di. Aku kan kurang puas kalo Cuma segelas. Hehe.” Tawanya garing, sambil memamerkan deretan giginya yang berbehel.
                “Iya, gampang. Bentar ya, aku ke dapur dulu. Kamu hidupin aja TV-nya.”

                *Azka POV*
                Hari minggu ini, aku suntuk sekali dirumah. Biasanya, aku menghabiskan waktu dengan bermain game. Biasalah anak cowok, apalagi jomblo. Kerjaannya harus puas, hanya dengan pacar virtualnya. Hehe
                Iseng saja, kuraih HP-ku. Ah, Kayla. Tiba-tiba saja aku teringat dengan wanita yang sedang meracuni pikiranku akhir-akhir ini. Tanganku meluncur, di HP tanpa keyboard itu. Mencari nama “Kayla”. Seteleh mengumpulkan cukup keberanian, aku mengetik sebuah pesan singkat untuknya.
                To           : Kayla
                Kay, lagi sibuk nggak? Maen yuk? Suntuk nih
                Terkirim. Kubaca lagi pesan itu. Aku sampai menutup mata, sakingnya di sms tadi aku terlihat begitu acuh. Ah, kenapa tadi aku tidak sedikit berbasa-basi?
                Aku menunggu balasan Kayla dengan tidak sabaran. 10 menit kemudian, terdengar bunyi dari HP-ku.
                From     : Kayla
                Aduh, maaf ya Ka. Aku udah ada janji tadi. Maaf ya, lain kali aja J
Aduh duh, sakitnya tuh disini loh. Dihati. Padahal, harapanku besar buat bisa mengajak Kayla main. Makin suntuk dirumah, aku mencoba menghidupkan motorku. Berjalan ditengah hari yang terik seperti ini memang menyebalkan, apalagi sendiri. Lalu, aku berniat mampir dirumahnya Diandra. Kali aja, dia mau diajak main. Daripada sendirian.
                Dan, disini aku sekarang. Menunggu Diandra yang membuatkanku minuman. Benar dugaanku, Diandra pasti mau menemaniku.
                “Diminum, Ka. Banyak nih aku bikinnya buat kamu.” Katanya sambil meletakkan teko yang penuh berisi sirop dingin itu.
                “Oh, iya, Di. Keluarga kamu kemana? Sepi banget nih rumah, perasaan.”              
                “Kakakku minta dijenguk, Ka. Terus aku lagi males buat ikut. Yaudah, dirumah sendiri deh.”
                “Oh, kenapa mbak Diane nggak pulang aja? Daripada om sama tante kesana.” Tanyaku sok ingin tahu.
                “Dia lagi sibuk sama skripsinya. Jadi nggak bisa pulang. Lagian mama sama papa juga lagi nggak sibuk, makannya bisa jenguk.” Ucapnya santai.
                Kuperhatikan Diandra dari samping. Berbeda dengan Diandra yang punya wajah cukup manis, dengan hidung sedikit mancung dan mata yang tajam, Kayla lebih digolongkan sebagai wanita cantik dengan kulit putih merona, mata yang berbinar, dan bibir merah muda yang mungil. Tapi, sikap Kayla tidaklah seramah Diandra. Kayla tidak pernah membiarkanku untuk sekedar mengajaknya berbincang. Padahal, aku sudah menunjukkan tanda untuk mendekatinya sejak enam bulan yang lalu. Apa ini artinya, aku harus berhenti? Apa artinya, Diandra lebih pantas untuk kudekati?
               
                *Diandra POV*
                Aku menyadari ini, ketika Azka memerhatikanku dari tadi. Hanya saja, aku tidak ingin membuatnya merasa kikuk kalau saja aku menoleh kearahnya.
                “Di, coba rambut kamu jangan di ikat gitu. Pasti kamu lebih manis.” Tiba-tiba terdengar suaranya sedikit serak. Aku menoleh kearahnya, dan dia terlihat salah tingkah ketika menyadari akan ucapannya.
                “Eh maaf, Di. Aku nggak sadar sama omonganku sendiri. Maaf ya, aku nggak maksud gimana-gimana kok. Seriusan deh.” Ucapnya sambil tertunduk.
                Ah, Azka. Betapapun aku bahagia ketika kamu mengatakan kalimatmu yang pertama tadi. Andai saja kamu mau mengulanginya.
                *suara HP Azka* Dia mencoba mangambil HP-nya yang ditaruh di dalam sakunya. Terlihat dari sudut mataku, dia tersenyum membaca pesan yang baru saja ia terima. Dari siapa itu? Apa mungkin Azka sudah punya pacar tanpa memberi tahuku? Hei Diandra! Sadar kek, kamu itu bukan siapa-siapa buat Azka. Harusnya kamu nggak perlu diberitahu sama Azka.
                “Ciiee, senyum-senyum sendiri. Sms dari siapa tuh?” Tanyaku ingin tahu.
                “Hehe, ini ya, Di? Dari Kayla. Sebenernya kan tadi, aku mau ngajak Kayla main. Cuma, dia tadi nggak bisa. Jadi kan ya aku bingung sendiri mau main kemana. Terus, ini Kayla malah ngajak aku main. Seneng dong aku hehe.”
                Deg.
                Rasanya nyesek denger Azka ngomong gitu, tanpa melihatku. Dia terlihat asik meluncurkan jari-jarinya pada layar HP. Aku ingin meneriakkan kepadanya, bahwa aku sakit mendengar pernyataan dia tadi. Tapi, itu hanya akan membunuh harga diriku saja.
                “Di, aku pergi dulu ya. Ini Aku udah ditunggu sama Kayla.” Pamitnya.
                “Loh, terus siropnya gimana? Masa aku disuruh habisin ini sendiri?”
                “Aduh iya ya, nanti deh aku mampir sini lagi buat habisin ini. Udah ya, Di. Aku pergi dulu.”  Ucapnya, dan dia meninggalkanku sendirian yang tak percaya dia bisa melakukan ini.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Pilih Satu, atau Kehilangan Keduanya Part I"

Posting Komentar